Cerpen : Tak kan ada pengganti bunda.
Tak kan ada pengganti bunda
“Huh indah sekali langit malam ini, ingin rasanya terus menikmati malam yang indah ini, bintang sampaikan pada bunda yaa aku merindukannya, aku janji gak akan ada yang menggantikan bunda dihati aku, dan kakak-kakakku terutama di hati ayah.” Janjiku.
Oh iyaa.. Hai semua, perkenalkan namaku Raissa, aku seorang siswi di salah satu sekolah di bilangan Jakarta tepatnya di SMP Kartini, Usiaku saat ini 13 tahun. Aku anak terakhir dari 3 bersaudara, kakakku laki-laki semua, jelas aku anak paling cantik didalam keluarga, hehe, hmm, ya karna ibuku sudah lama meninggal sejak melahirkanku, dan kini aku rinduuuu sekali dengannya.
Tak kan ada pengganti bunda
“Raissa, sudah siap belum nak?, nanti terlambat sekolah kamu nak” Selalu itu yang ayah katakan di pagi hari, yaa.. wajar sii, aku terlampau lelet dalam melakukan segala hal, apalagi soal berangkat sekolah. Makanya teriakan ayah ini yang selalu jadi sarapan pagiku, hehehe.
“Iya ayah, ayah tunggu di mobil aja dulu, Raissa bentar lagi ko” Jawabku sambil mengenakan sepatu.
“Ayah, tumben hari ini tampak berseri-seri ada apa si?” Tanyaku setelah duduk di sofa depan mobil.
“Ah, gapapa nak, emang lain yah dari biasanya?” Jawab ayah sambil pura-pura tak tahu.
“ Iya, biasanya ayah gak seceria ini, ada apa sih?”
“Hmm, nanti kamu juga tau sendiri”
“Ah, ayah. Apa sih?, bikin Raissa penasaran aja”
“Hehe, sabar dong nak, kalau sudah saatnya kamu juga tau”
“Hmm” Jawabku.
Ayah kenapa sih aneh banget pake sok rahasiaan lagi gak biasanya, pikirku dalam hati.
Kehidupanku sangatlah bahagia, walau tanpa kehadiran sosok ibu dikehidupanku tapi aku merasa cukup dengan apa yang telah aku miliki karna ayahku adalah ayah yang sangat hebat. Ia mampu menjadi ayah sekaligus ibu untuk anak-anaknya. Itulah yang membuatku begitu bangga dengan sosok ayah, ya walaupun kadang aku merindukan juga kasih sayang ibu dalam kehidupanku. Tapi aku selalu berusaha ceria ko, terhadap kuasa Tuhan, Tuhan lebih tahu mana yang terbaik untukku dan keluargaku. Ya, prinsip itu yang selalu membuatku tegar dalam menghadapi hidup ini.
Tak kan ada pengganti bunda
“Gak, pokoknya Raissa gak setuju” Bentakku.
“Raissa..!! Apa-apaan kamu, tidak boleh bicara kasar kepada orang tua..!!” Bentak ayah.
“Bodo, pokonya Raissa gak setuju” Sambil menangis aku langsung berlari menuju kamar.
Tak kan ada pengganti bunda
“Bunda, Raissa sedih, akhir-akhir ini sikap ayah berubah..!!, Raissa seakan gak kenal lagi ayah yang sekarang, Raissa sedih bunda, Raissa kangen ayah yang dulu” Curhatku sambil menatap indahnya langit dengan bintang-bintang bertaburan di sekelilingnya. Entah siapa yang mendengar curhatku itu, tapi selalu perasaanku sedikit lega setiap aku mempunyai masalah dan aku menatap langit lalu curhat sambil menghadapnya.
“Sa, kamu kenapa sih?” Tiba-tiba kakakku yang pertama datang dan membuayarkan semua lamunanku.
“Hehe, gapapa kak, Raissa baik-baik aja” Jawabku dengan berbohong.
“Pasti kamu bohong deh, kamu lagi ada masalah kan?” Selidik kakakku.
Kakakku yang pertama ini yang sangat perhatian terhadapku, namanya Reno, mahasiswa jurusan IT di salah satu Universitas di kawasan Jakarta. Dia yang selalu menasehatiku saat aku mempunyai masalah. Namun karna saat ini ia sedang sibuk ujian di kampusnya aku jadi mengurangi curhat ke dia satu bulan terakhir ini, makanya aku lebih sering curhat kepada langit dan bintang-bintangya yang indah itu. Walau gak ada yang ngerespon semua curhatanku sih, hehe.
“Ah, kakak tau aja kalo aku bohong” Aku ku.
“Iyalah, kakak udah kenal kamu dari kamu masih bayi masa iya kakak gak tau mana kamu lagi bohong, mana enggak”
“Hehe, iya si ka. Hmm, gimana ujiannya udah selesai”
“Besok udah hari terakhir sih, hmm, kamu paling jago deh ngalihin pembicaraan”
“Hmm, aku lagi kesel kak sama ayah”
“Kesel kenapa sih?”
“Emang kakak gak tau?”
“Engga, kamu aja belom cerita”
“Hehe, iya.. Soal ayah mau nikah lagi, sama tante Sus, eh Sin, eh…”
“Sinta.. Tante Sinta” Potong kakak yang tak tega membuatku terus berfikir mengingatnya.
“Iya, kakak udah tau?”
“Udah” singkat ia menjawabnya.
“Dari kapan kakak tahunya?”
“Dari satu tahun yang lalu”
“Ih, kakak kenapa gak kasih tau aku?!”
“Awalnya ayah pengen kasih kejutan ke kamu, kan dari kecil kamu gak pernah dapet kasih sayang dari seorang ibu, makanya ayah sengaja gak bilang-bilang kamu. Eh, gak taunya kamu malah nentang habis-habisan soal pernikahan itu”
“Oh, tapi Raissa gak suka sama tante itu”
“Kenapa?”
“Gak suka aja”
“Ya, kenapa?”
“Eh, ngomong-ngomong ayah udah lama kak kenal dan deket sama orang itu?”
“Hmm, kakak gak tau pasti sih, tapi setau kakak dia adik kelas ayah waktu kuliah, dan dia kerja di kantor yang sama dengan ayah, kalo deket sih mungkin 1 tahun belakangan ini, Eh, tadi kenapa kamu gak suka sama tante Sinta?, dia baik ko orangnya, kakak pernah ngobrol sama dia, ramah dan keibuan banget”
“Oh, hehe, gapapa ka. Oh, ya kak, aku masuk kamar dulu yah. Udah ngantuk banget nih”
“Ah, kamu selalu mengalihkan pembicaraan, yaudah kakak juga udah ngantuk”
“Daah kakak”
“Daah”
Tak kan ada pengganti bunda
“Ayah, mau kemana?” Tanyaku kepada ayah yang sedang terburu-buru seperti terlambat mengikuti rapat, hmm, padahal ini hari minggu dan ayah libur kerja.
Namun ayah tidak menjawab pertanyaanku, mungkin ia masih kesal atas perlakuanku semalam dihadapan tante Sinta, kekasih ayah.
“Ayah, ko gak dijawab pertanyaan Raissa sih?”
“Mau kerumah tante Sinta!!” Jawab ayah ketus, sambil keluar dari rumah.
Semenjak kehadiran tante Sinta di kehidupan keluarga kami, hubunganku dengan ayah mulai sedikit renggang. Ketidaksukaanku terhadap tante Sinta, bukan tanpa alas an. Namun aku akan membeberkannya alasanku di kesempatan yang tepat. Tak tahu kapan, semoga secepatnya.
Tak kan ada pengganti bunda
“Sa, siap-siap buat nanti malem”
“Ngapain kak emangnya?”
“Tadi ayah bilang kita mau makan malem sama tante Sinta”
“Ikh, ngapain, gak mau males ah”
“Yaudah, terserah. Pokoknya kata ayah HARUS..!!”
“Ya, ya, ya”
Kakakku yang kedua ini orangnya moody banget, baik sih orangnya. Tapi kalo lagi bête ngeselin abis. Ya, kayak tadi deh contohnya, omongannya kurang enak di denger, ohya, nama kakakku yang kedua ini Riky.
Tak kan ada pengganti bunda
“Kak, nanti malem mau ada apa sih?” Tanyaku pada kak Reno.
“Oh, itu. Ayah mau kenalin kita lebih jauh sam tante Sinta, sekalian minta restu deh dari kita buat nikahin tante Sinta itu”
“Apah?? Aku gak salah denger ka?”
“Emang sejak kapan kamu punya sakit THT?, hehe” Canda kak Reno.
“Ih, kakak. Masa gak ngerti sih maksud Raissa”
“Hehe, iya bercanda kok, hmm, yaudah kamu siap-siap aja buat nanti malem”
“Iya kak”
Tak kan ada pengganti bunda
Pikirku sejenak terlintas. Apakah sekarang waktu yang tepat untuk mengungkapkan alasan ketidaksukaanku terhadap tante Sinta?, Hmm, ya.. sekarang waktu yang tepat. Dengan terpaksa akhirnya aku turuti kemauan ayah untuk makan malam nanti.
Tak kan ada pengganti bunda
Sesampainya di restoran, tempat makan malam keluargaku dengan tante Sinta, perasaan tak senang terlihat jelas dari raut wajahku.
Tuililit... Handphone tante Sinta berbunyi di tengah pertemuan makan malam tersebut.
“Siapa tuh tan? Suaminya yah yang nelpon?” Celetukku.
“Raissa..!! tidak sopan kamu berbicara seperti itu..!!” Bentak ayah.
“Gak papa mas, namanya juga anak kecil” Tanggap tante Sinta dengan senyum sinis terhadapku.
“Biar Sin, anak kayak gini perlu diawasi terus setiap pembicaraannya biar dia bisa menjaga setiap omongannya” Sanggah ayah.
Hmm, aku hanya tersenyum sinis saat itu.
Tuililit.. Handphone tante Sinta berbunyi kembali..
“Siapa Sin?, ko di reject gitu?” Tanya ayah heran.
“Ah, gapapa mas” Jawabnya dengan senyum yang menurutku sangat menjijikan itu.
“Mungkin aja penting, angkat aja gak papa kok”
“Oh, ya aku ke toilet sebentar yah semua” Izin tante Sinta.
“Oh, iya silahkan” Jawab ayah.
Tak kan ada pengganti bunda
Setelah lebih dari setengah jam, tante Sinta tak kunjung datang, sehingga membuat ayah khawatir dan menyusulnya ke toilet.
“Raissa, maafkan ayah yah, selama ini ayah selalu marah-marah sama kamu Cuma gara-gara wanita gak berperasaan kayak Sinta itu” Tiba-tiba ayah menghampiriku dan memelukku dengan erat setelah kembali mencari tante Sinta.
“Ayah, kenapa?” Tanya Kak Riky.
“Ternyata wanita yang selama ini ayah cintai dan berharap besar bisa menggati posisi bundamu tak lebih dari seorang pendusta” Jawab ayah dengan kesal.
“Maksud ayah apa?” Kak Reno semakin heran.
“Ternyata selama ini dia telah memiliki suami, waktu ayah dekat dengannya dia mengaku telah bercerai, namun kenyataannya.. yaaa”
“Dia masih bersuami?” Potong Kak Riky dengan penasaran.
“Ya, jadi selama ini mereka berpisah karna ada masalah, lalu ayah masuk kekehidupannya, ya tapi sekarang mereka kembali rujuk sejak sebulan terakhir”
“Ayah tau dari mana?” Tanyaku heran, tau dari mana ayah.
“Tadi saat ayah mencari Sinta di toilet ternyata ia tidak ada, tapi ayah bertemu Sinta sedang bersama seorang laki-laki diparkiran restoran, ayah menegur Sinta, ternyata..ya begitu lah”
“Ya sudahlah yah, gak usah dipikirin juga cewek jahat kayak dia” Kak Reno mencoba menenangkan ayah.
“Iya, tapi hal yang membuat ayah sedih banget, ayah rela berubah sikap terhadap putri ayah satu-satunya ini cuma gara-gara manusia macam Sinta”
“Ya, sudahlah yah gak papa ko” Jawabku.
“Maaf ya nak”
“Iya, yah. Sekarang pulang aja yuk yah”
“Iya nak”
Tak kan ada pengganti bunda
Hmm, malam yang indah setidaknya aku tak perlu repot-repot membocorkan rahasia tante Sinta selama ini, hehe. Jelas aku gak kaget waktu ayah menjelaskan hal itu. Ya, karna aku pernah bertemu dengan tante Sinta sebelumnya. Wajar saja tante Sinta adalah tante dari teman sekelasku, Dita. Aku pernah bertemu dengannya waktu aku main kerumah Dita, untuk mengerjakan tugas pelajaran biologi dan ia menceritakan sekilas tentang tante Sinta, bahwa ia baru saja rujuk dengan suaminya yang beberapa tahun ini sedang ada masalah antara keduanya. Oleh sebab itu aku gak pernah setuju tentang hubungan ayah dengan tante Sinta. Hmm, memang ternyata benar yaa tak kan ada yang bisa menggantikan bunda, apalagi dihati aku. Hehe. Raissa sayang bunda.
Hanifah Shalihah
Komentar
Posting Komentar